Meskipun dianggap sebagai salah satu mitologi kuno di dunia, mitologi Hindu berbeda dari mitra historis lainya - karena cakupannya yang luas, tidak seperti Mesopotamia, mitologi Mesir dan Yunani, masih memiliki efek pada berbagai lingkaran sosio-religius masa kini. India. Adapun sejarah, penyebutan pertama dari berbagai dewa dan dewi Hindu ditemukan dalam literatur Veda yang menyinggung asal-usul Indo-Eropa. Namun, seiring waktu, seperti banyak panteon kuno lain yang sebanding, dewa-dewa ini, narasi mereka, dan aspek-aspek terkait mereka telah berevolusi atau telah sepenuhnya diubah - sehingga mencerminkan transisi yang dinamis dan beraneka ragam dari peradaban Veda awal ke apa yang kita kenal sebagai masa kini- hari peradaban India. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, mari kita melihat 15 dewa dan dewi Hindu utama yang harus Anda ketahui.
1.Indra
Dalam ajaran agama Hindu, Indra (Sanskerta: इन्द्र atau इंद्र, Indra) adalah dewa cuaca dan raja kahyangan. Oleh orang-orang bijaksana, ia diberi gelar dewa petir, dewa hujan, dewa perang, raja surga, pemimpin para dewa, dan banyak lagi sebutan untuknya sesuai dengan karakter yang dimilikinya. Menurut mitologi Hindu, Dia adalah dewa yang memimpin delapan Wasu, yaitu delapan dewa yang menguasai aspek-aspek alam.
Dewa Indra terkenal di kalangan umat Hindu dan sering disebut dalam susastra Hindu, seperti kitab-kitab Purana (mitologi) dan Itihasa (wiracarita). Dalam kitab-kitab tersebut posisinya lebih menonjol sebagai raja kahyangan dan memimpin para dewa menghadapi kaum raksasa. Indra juga disebut dewa perang, karena Dia dikenal sebagai dewa yang menaklukkan tiga benteng musuhnya (Tripuramtaka). Ia memiliki senjata yang disebut Bajra, yang diciptakan oleh Wiswakarma, dengan bahan tulang Resi Dadici. Kendaraan Dia adalah seekor gajah putih yang bernama Airawata. Istri Dia Dewi Saci.
Dewa Indra muncul dalam kitab Mahabarata. Ia menjemput Yudistira bersama seekor anjing, yang mencapai puncak gunung Mahameru untuk mencari Swargaloka.
Kadangkala peran dewa Indra disamakan dengan Zeus dalam mitologi Yunani, dewa petir sekaligus raja para dewa. Dalam agama Buddha, dia disamakan dengan Sakra.
nama lain :
Sakra (yang berkuasa)
Swargapati (raja surga)
Diwapati (raja para Dewa)
Meghawahana (yang mengendarai awan)
Wasawa (pemimpin para Wasu)
Dalam Weda
Indra adalah dewa pemimpin dalam Regweda (disamping Agni). Ia senang meminum Soma, dan mitos yang penting dalam Weda adalah kisah kepahlawanannya dalam menaklukkan Wretra, membebaskan sungai-sungai, dan menghancurkan Bala, sebuah pagar batu di mana Panis memenjarakan sapi-sapi dan Usas (dewa fajar). Ia adalah dewa perang, yang telah menghancurkan benteng milik Dasyu, dan dipuja oleh kedua belah pihak dalam Pertempuran Sepuluh Raja.
Regweda sering menyebutnya Śakra: yang perkasa. Saat zaman Weda, para dewa dianggap berjumlah 33 dan Indra adalah pemimpinnya (secara ringkas Brihadaranyaka Upanishad menjabarkan bahwa para dewa terdiri dari delapan Wasu, sebelas Rudra, dua belas Aditya, Indra, dan Prajapati). Sebagai pemimpin para Wasu, Indra juga dijuluki Wasawa.
Pada zaman Wedanta, Indra menjadi patokan untuk segala hal yang bersifat penguasa sehingga seorang raja bisa disebut "Manawèndra" (Manawa Indra, pemimpin manusia) dan Rama, tokoh utama wiracarita Ramayana, disebut "Raghawèndra" (Raghawa Indra, Indra dari klan Raghu). Dengan demikian Indra yang asli juga disebut Déwèndra (Dewa Indra, pemimpin para dewa).
Dalam Purana
Dalam kitab Purana, Indra adalah pemimpin para dewa, putra Aditi dan Kasyapa. Kekuasaannya digulingkan oleh Bali, cucu Hiranyakasipu, raksasa yang dibunuh Dewa Wisnu. Atas permohonan Aditi, Wisnu menjelma sebagai anak Aditi yang disebut Wamana, yang disebut pula Upendra (secara harfiah berarti adik Indra). Upendra menghukum Bali untuk mengembalikan kekuasaan Indra. Karena kemurahan hati Dewa Wisnu, Bali diberi anugerah bahwa ia berhak menjabat sebagai Indra pada Manwantara berikutnya.
Dalam kitab Bhagawatapurana (dan Purana lainnya), Indra beserta para putra Aditi (para dewa) berseteru dengan para putra Diti (detya atau raksasa). Sukra, guru para raksasa memiliki ilmu yang mampu menghidupkan orang mati sehingga setiap prajurit raksasa yang gugur dapat dihidupkan kembali, sementara laskar para dewa tidak dapat hidup lagi. Para dewa kecewa dengan keadaan tersebut, sehingga mereka memohon petunjuk Dewa Wisnu. Atas petunjuk dia, para dewa bernegosiasi dengan para raksasa untuk mencari minuman keabadian yang disebut amerta di samudra susu. Pada akhirnya, minuman tersebut jatuh ke tangan para raksasa. Atas bantuan awatara (penjelmaan) Wisnu yang bernama Mohini, para dewa berhasil merebut tirta tersebut dan mendapatkan keabadian.
Dalam kitab Markandeyapurana disebutkan bahwa setiap manwantara (satuan waktu) akan dipimpin oleh seorang Indra. Jadi jabatan Indra berganti seiring bergantinya manwantara. Manwantara sekarang adalah manwantara ketujuh, yang terdiri dari 71 mahayuga. Indra yang menjabat sekarang disebut Purandara, dan pada manwantara berikutnya akan digantikan oleh Bali alias Mahabali.
Dalam kitab Brahmawaiwartapurana, setelah mengalahkan Wretra, Indra menjadi angkuh dan meminta Wiswakarma, arsitek para dewa untuk membangun suatu kediaman megah untuknya. Indra kurang puas dengan pekerjaan Wiswakarma sehingga Indra tidak mengizinkannya pergi sebelum ia mampu menyelesaikan pekerjaannya. Wiswakarma memohon bantuan Dewa Brahma agar ia terbebas dari jerat Indra. Brahma pun meminta bantuan Wisnu, sehingga Wisnu menemui Indra dalam wujud seorang brahmana kecil. Indra menyambutnya tanpa mengetahui bahwa brahmana itu adalah penjelmaan Wisnu. Wisnu memuji kemegahan istana Indra yang dibangun oleh Wiswakarma, dan berkata bahwa Indra sebelumnya tidak memiliki kediaman semegah itu. Karena tidak memahami maksudnya, Indra pun bertanya tentang Indra sebelumnya. Wisnu menjelaskan bahwa dalam setiap alam semesta, ada satu Indra yang berkuasa dengan umur 70 yuga sehingga jumlah Indra tak terhitung, bagai partikel dalam debu. Kemudian tampak serombongan semut lewat dan Wisnu berkata bahwa mereka adalah reinkarnasi Indra pada masa lampau. Indra yang sekarang pun sadar bahwa kemewahan yang dimilikinya tidak berarti sehingga ia membiarkan Wiswakarma pergi.
2. Agni
Dalam ajaran agama Hindu, Agni adalah dewa yang bergelar sebagai pemimpin upacara, dewa api, dan duta para Dewa. Kata Agni itu sendiri berasal dari bahasa Sanskerta (अग्नि) yang berarti 'api'. Konon Dewa Agni adalah putra Dewa Dyaus dan Pertiwi.
Sesuai dengan karakter yang dimilikinya, Agni dilukiskan sebagai dewa yang badannya berwarna merah, rambutnya adalah api yang berkobar, berkepala dua dan selalu bersinar, berdagu tajam, bergigi emas, memiliki enam mata, tujuh tangan, tujuh lidah, empat tanduk, tiga kaki, dan mengendarai biri-biri. Ciri-ciri yang dipaparkan tersebut memiliki arti dan filsafat tersendiri. Kadangkala ciri-ciri Agni tersebut berbeda dengan ciri-ciri Agni di suatu wilayah tertentu, karena penggambarannya juga tergantung pada persepsi masyarakat setempat.
Dewa Agni sering disebut-sebut sebagai Dewa pemimpin upacara dalam kitab suci Hindu, Weda. Dewa Agni bergelar sebagai Dewa pemimpin upacara karena dia ahli dalam segala hal yang berkaitan dengan upacara keagamaan. Dewa Agni pula yang diminta hadir dalam suatu upacara (terutama Agnihotra) sebagai duta para Dewa yang mempersembahkan sesuatu kepada-Nya (Tuhan). Dalam melaksanakan suatu upacara, Dewa Agni pula yang menjadi pendamping para pendeta.
Dewa Agni bergelar pula sebagai Dewa api. Dalam candi-candi dan lukisan-lukisan, Dia digambarkan sebagai Dewa yang memiliki rambut api yang berkobar dan kepalanya selalu bersinar. Dalam kitab Mahabharata, Dewa Agni adalah dewa yang membakar hutan Kandhawa.
Nama Lain :
Witihotra (yang memberi pahala kepada para penyembah)
Dhumaketu (yang bermahkota asap)
Saptajihwa (berlidah tujuh)
Grehapati (tuannya rumah tangga)
Dananjaya (yang menaklukkan musuh)
3. Surya
Surya (Sanskerta: सूर्य; Surya) adalah nama dewa matahari menurut kepercayaan umat Hindu. Surya juga diadaptasi ke dalam dunia pewayangan sebagai dewa yang menguasai atau mengatur surya atau matahari, dan diberi gelar "Batara". Menurut kepercayaan Hindu, Surya mengendarai kereta yang ditarik oleh 7 kuda. Ia memeiliki kusir bernama Aruna, saudara Garuda, putra Dewi Winata.
Dalam Pewayangan
Batara Surya ini adalah Dewa yang menjadi tumpuan mahluk hidup di alam dunia ini terutama tumbuhan dan hewan, Batara Surya terkenal sangat sakti mandraguna dan menjadi salah satu Dewa andalan di kahyangan. Batara Surya terkenal senang memberikan pusaka-pusaka atau ajian-ajian yang dimilikinya terhadap orang-orang yang dipilihnya.
Dewa ini terkenal mempunyai banyak anak dari berbagai wanita (diantaranya dari Dewi Kunti yang melahirkan Adipati Karna dalam kisah Mahabharata).
Batara Surya kena batunya ketika Anoman menyalahkan Batara Surya atas kejadian yang menimpa Ibunya Dewi Anjani dan neneknya yang dikutuk menjadi tugu oleh suaminya sendiri. Anoman merasa Batara Surya harus bertanggung jawab sehingga Anoman dengan ajiannya mengumpulkan awan dari seluruh dunia untuk menutupi alam dunia sehingga sinar sang surya tidak bisa mencapai bumi. Untungnya kejadian ini dapat diselesaikan secara baik-baik sehingga Anoman dengan sukarela menyingkirkan kembali awan-awannya sehingga alam dunia terkena sinar mentari kembali.
Hubungan
Surya memiliki tiga ratu;Saranyu(juga disebut Saraniya, Saranya, Sanjna, atau Sangya),Ragyi, dan Prabha. Saranyu adalah ibu dari Waiwaswata Manu (Manu ketujuh, yang sekarang), dan si kembar Yama (dewa kematian) dan adiknya Yami. Dia juga melahirkan baginya si kembar dikenal sebagai Aswin, dor para Dewa. Saranyu, karena tidak sanggup menyaksikan cahaya terang dari Surya, menciptakan tiruan dirinya yang bernama Chhayadan memerintahkan dia untuk bertindak sebagai istri Surya selama dia tidak ada. Chhaya memiliki dua putra dari Surya- Sawarni Manu (Manu kedelapan, yang berikutnya) dan Sani (dewa planet Saturnus), dan dua anak perempuan- Tapti dan Vishti[1]. Dewa Surya juga memiliki seorang putra, Rewanta, atau Raiwata, dari Ragyi.
Menariknya, dua putra Surya, Sani dan Yama bertanggung jawab untuk mengadili kehidupan manusia. Sani memberi hasil dari perbuatan seseorang melalui kehidupan seseorang melalui hukuman dan penghargaan yang sesuai, sementara Yama memberi hasil dari perbuatan seseorang setelah kematian. [2] Dalam Ramayana, Surya disebutkan sebagai ayah dari Raja Sugriwa, yang membantu Rama dan Laksmana dalam mengalahkan raja Rahwana. Ia juga melatih Hanoman sebagai gurunya.
Dalam Mahabharata, Kunti menerima sebuah mantra dari seorang bijak, Durwasa; jika diucapkan, ia akan dapat memanggil setiap dewa dan melahirkan anak oleh dia. Percaya dengan kekuatan mantra ini, tanpa disadari Kunti telah memanggil Surya, tetapi ketika Surya muncul, ia akan takut dan permintaan dia untuk kembali. Namun, Surya memiliki kewajiban untuk memenuhi mantra sebelum kembali. Surya secara ajaib membuat Dewi Kunti untuk melahirkan anak, sementara mempertahankan keperawanannya sehingga ia, sebagai putri yang belum menikah, tidak perlu menghadapi rasa malu apapun atau menjadi sasaran pertanyaan dari masyarakat. Kunti merasa dipaksa untuk meninggalkan anak, Karna, yang tumbuh menjadi salah satu karakter sentral dalam perperangan besar dari Kurukshetra.
4.Varuna
Dewa Veda yang misterius di antara dewa-dewa Hindu yang pertama kali dikaitkan dengan langit, Varuna ('dia yang meliputi' ) melambangkan kekuatan lautan, awan, dan air. ia sering digambarkan dengan kendaraannya, Makara - makhluk laut hibrida yang sering ditemukan di motif India kuno lainnya. Namun, di luar lingkup langit dan lautan, Rig Veda juga menyebutkan bagaimana Varuna adalah penjaga hukum moral yang mencakup baik Rta (keadilan) dan Satya (kebenaran). Dalam hal itu, dewa melayani peran gandanya sebagai penghukum yang kejam terhadap orang-orang berdosa dan orang yang welas asih dari penyesalan.
Varuna kadang-kadang juga kembar dengan dewa Mitra, dan bersama-sama (komposit) Mitra-Varuna dihormati sebagai dewa sumpah dan urusan kemasyarakatan. Cukup mengherankan, beberapa ahli telah mengajukan hipotesis mereka bahwa Varuna adalah salah satu dewa tertua di Indo-Arya, sekitar milenium ke-2 SM, dan sosok itu mungkin telah memberi jalan kepada Rudra ('the roarer'), dewa angin Veda , badai, dan perburuan. Adapun narasi mitos, Rig Veda tidak menyebutkan Varuna baik sebagai Asura (makhluk setan) dan Deva (makhluk surgawi), yang menunjukkan bahwa Varuna mungkin telah diadopsi sebagai Deva setelah kekalahan Vritra dan perubahan dari pesanan kosmik oleh Indra.
5. Yama
Dewa utama kematian dan dunia bawah di antara dewa dan dewi Hindu (dan juga panteon Buddha), Yama dihormati sebagai dewa pelindung leluhur dan hakim ilahi para jiwa yang telah meninggal. Dikenal juga oleh monikers-nya yang lain, Dharmaraja ('penguasa keadilan') dan Mrityu ('kematian'), Yama disebutkan dalam Veda sebagai makhluk fana pertama yang meninggal (dengan demikian memberikan dia preseden untuk memerintah atas saudara-saudaranya yang telah meninggal). Namun, dalam Vishnu Purana, dia, bersama dengan saudara kembarnya Yami, dipuji sebagai putra Vivasvat (salah satu aspek Surya), dewa matahari yang gemilang dari mitologi Hindu, dan Saranyu-Samjna, dewi Hindu dari hati nurani.
Yang cukup menarik, tidak seperti beberapa dewa 'kejam' lainnya dalam berbagai mitologi, Yama sering (meskipun, tidak selalu) digambarkan sebagai entitas yang bijaksana yang menjalani semua proses yang adil dan sesuai untuk menilai nasib jiwa manusia. Seringkali dibantu oleh juru tulisnya yang terpercaya, Chitragupta dan pendaftarnya, Agrasandhani (yang mencatat perbuatan orang yang diadili), Yama memiliki kekuatan untuk menawarkan baik keabadian kepada jiwa (yang kemudian berada dalam konten di bawah perlindungan Yama) atau menawarkan kelahiran kembali (dengan demikian menyarankan kesempatan lain untuk menjalani hidup yang baik). Namun, Yama juga dapat memutuskan untuk mengutuk jiwa, yang, menurut narasi mitos, kemudian dibuang ke dalam 21 tingkat neraka (semakin rendah strata, semakin buruk nasibnya). Adapun penggambarannya, Yama sering digambarkan dengan kulit hijau gelap (atau biru), membawa tongkatnya (yang terbuat dari pecahan Surya) dan menunggangi seekor kerbau.
6. Saraswati
Saraswati (Dewanagari: सरस्वती; IAST: Sarasvatī) adalah salah satu dari tiga dewi utama dalam agama Hindu, dua yang lainnya adalah Dewi Sri (Laksmi) dan Dewi Uma (Durga). Saraswati adalah sakti (istri) dari Dewa Brahma, Dewa Pencipta. Saraswati berasal dari akar kata sr yang berarti mengalir. Dalam Regweda V.75.3, Saraswati juga disebut sebagai Dewi Sungai, disamping Gangga, Yamuna, Susoma dan yang lainnya.
Dalam agama Hindu
Saraswati adalah dewi yang dipuja dalam agama weda. Nama Saraswati tercantum dalam Regweda dan juga dalam sastra Purana (kumpulan ajaran dan mitologi Hindu). Ia adalah dewi ilmu pengetahuan dan seni. Saraswati juga dipuja sebagai dewi kebijaksanaan.
Dalam aliran Wedanta, Saraswati di gambarkan sebagai kekuatan feminin dan aspek pengetahuan — sakti — dari Brahman. Sebagaimana pada zaman lampau, ia adalah dewi yang menguasai ilmu pengetahuan dan seni. Para penganut ajaran Wedanta meyakini, dengan menguasai ilmu pengetahuan dan seni, adalah salah satu jalan untuk mencapai moksa, pembebasan dari kelahiran kembali.
Pengambaran
Dewi Saraswati digambarkan sebagai sosok wanita cantik, dengan kulit halus dan bersih, merupakan perlambang bahwa ilmu pengetahuan suci akan memberikan keindahan dalam diri. Ia tampak berpakaian dengan dominasi warna putih, terkesan sopan, menunjukan bahwa pengetahuan suci akan membawa para pelajar pada kesahajaan. Saraswati dapat digambarkan duduk atau berdiri di atas bunga teratai, dan juga terdapat angsa yang merupakan wahana atau kendaraan suci darinya, yang mana semua itu merupakan simbol dari kebenaran sejati. Selain itu, dalam penggambaran sering juga terlukis burung merak.
Dewi Saraswati digambarkan memiliki empat lengan yang melambangkan empat aspek kepribadian manusia dalam mempelajari ilmu pengetahuan: pikiran, intelektual, waspada (mawas diri)/mulat sarira dan ego. Di masing-masing lengan tergenggam empat benda yang berbeda, yaitu:
Lontar (buku), adalah kitab suci Weda, yang melambangkan pengetahuan universal, abadi, dan ilmu sejati.
Genitri (tasbih, rosario), melambangkan kekuatan meditasi dan pengetahuan spiritual.
Wina (kecapi), alat musik yang melambangkan kesempurnaan seni dan ilmu pengetahuan.
Damaru (kendang kecil).
Angsa merupakan semacam simbol yang sangat populer yang berkaitan erat dengan Saraswati sebagai wahana (kendaraan suci). Angsa juga melambangkan penguasaan atas Wiweka (daya nalar) dan Wairagya yang sempurna, memiliki kemampuan memilah susu di antara lumpur, memilah antara yang baik dan yang buruk. Angsa berenang di air tanpa membasahi bulu-bulunya, yang memiliki makna filosofi, bahwa seseorang yang bijaksana dalam menjalani kehidupan layaknya orang biasa tanpa terbawa arus keduniawian.
7. Brahma
Menurut ajaran agama Hindu, Brahma (Dewanagari: ब्रह्मा; IAST: Brahmā) adalah Dewa pencipta. Dalam filsafat Adwaita, ia dipandang sebagai salah satu manifestasi dari Brahman (sebutan Tuhan dalam konsep Hinduisme) yang bergelar sebagai Dewa pencipta. Dewa Brahma sering disebut-sebut dalam kitab Upanishad dan Bhagawadgita.
Kata Brahma memiliki arti : yang tumbuh, berkembang, berevolusi, yang bertambah besar , yang meluap dari dirinya. Dalam beberapa sumber, Nama Dewa Brahma diidentikan dengan nama Agni (api).
Dalam Manusmrti (Manavadharmasastra) buku I sloka 9 disebutkan:
"Tad andam abhavad haiman,
Sahasramsusamaprabham,
tasmin jajna svayam brahma,
sarva loka pita maha"
yang memiliki arti bebas: Benih menjadi telur alam semesta yang Maha Suci, cemerlang laksana jutaan sinar. Dari dalam telur itu Ia menjadikan dirinya sendiri menjadi Brahma, pencipta cikal bakal jagat raya ini.
Brahma dianggap sebagai perwujudan dari Brahman, jiwa tertinggi yang abadi dan muncul dengan sendirinya.
Menurut Kitab Satapatha Brahmana, disebutkan bahwa Dewa Brahma yang menciptakan, menempatkan, dan memberi tugas dewa-dewi lainnya.
Sedangkan dalam kitab Mahabharata dan Purana, dikatakan bahwa Dewa Brahma merupakan leluhur dunia yang muncul dari pusar Dewa Wisnu, sebagai pencipta dunia Brahma dikenal dengan nama Hiranyagarbha atau Prajapati.
Pengambaran
Dewa Brahma digambarkan sebagai sosok dewa dengan empat muka yang menghadap ke empat penjuru arah mata angin (Caturmukha Brahma) yang melambangkan kekuasaan terhadap Catur Weda, Catur Yuga (empat siklus waktu), Catur Warna (empat pembagian masyarakat berdasarkan keterampilan). Dia dilukiskan sebagai seorang pria tua dengan janggut putih yang memiliki makna leluhur dari seluruh jagat raya, memiliki empat tangan yang memegang alat-alat seperti:
Aksamala/tasbih : simbol tiada awal dan tiada akhir.
Sruk (sendok besar), dan Surva(sendok biasa) simbol dari upacara yadnya.
Dewa Brahma di Bali
Dalam kehidupan beragama Hindu di Bali, dewa Brahma tidak pernah bisa dilepaskan dari nafas berkeagamaan di Bali.Penggambaran Dewa Brahma di masyarakat Hindu Bali tidak jauh berbeda dengan penggambarannya di India. Dalam kepercayaan di Bali Dewa Brahma diyakini sebagai Dewanya Dapur, Penguasa dan pelindung arah Selatan, bersenjatakan Gada, berwahana Angsa, memiliki Sakti Dewi Saraswati, atribut serba merah,
Dalam Pemujaan dilingkungan desa adat, dia dipuja di sebuah pura yang bernama Pura Desa atau Pura Bale Agung, yang mana dalam pura ini akan ada bangunan yang terbuat dari batu bata sebagai penghormatan kehadapan dia. Sedangkan secara regional Bali, pemujaan Dewa Brahma berada di Pura Luhur Andakasa.
Kamandalu/kendi simbol dari keabadian.
Pustaka yang merupakan simbol dari Ilmu Pengetahuan.
Dia berwahana Hamsa (Angsa) putih yang merupakan simbolisasi dari kebijaksanaan, dan kemampuan memilah baik dan buruk. Terkadang dia juga digambarkan sedang duduk dalam keadaan meditasi di atas bunga Padma (lotus) Merah yang merupakan lambang Kesucian lahir bathin.
Dewa Brahma disandingkan dengan Dewi Saraswati sebagai dewi Ilmu Pengetahuan. Hal ini merupakan sebuah makna tersirat bahwa suatu penciptaan atau suatu karya tanpa landasan ilmu pengetahuan adalah sia-sia.
8. Vishnu
Dalam ajaran agama Hindu, Wisnu (Dewanagari: विष्णु ; Viṣṇu) (disebut juga Sri Wisnu atau Nārāyana) adalah Dewa yang bergelar sebagai shtiti (pemelihara) yang bertugas memelihara dan melindungi segala ciptaan Brahman (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam filsafat Hindu Waisnawa, Ia dipandang sebagai roh suci sekaligus dewa yang tertinggi. Namun dalam legenda lain, Dewa Brahma adalah Dewa Tertinggi. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan tradisi Hindu umumnya, Dewa Wisnu dipandang sebagai salah satu manifestasi Brahman dan enggan untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri yang menyaingi atau sederajat dengan Brahman.
Penjelasan tradisional menyatakan bahwa kata Viṣṇu berasal dari Bahasa Sanskerta, akar katanya viś, (yang berarti "menempati", "memasuki", juga berarti "mengisi" — menurut Regweda), dan mendapat akhiran nu. Kata Wisnu kira-kira diartikan: "Sesuatu yang menempati segalanya". Pengamat Weda, Yaska, dalam kitab Nirukta, mendefinisikan Wisnu sebagai vishnu vishateh ("sesuatu yang memasuki segalanya"), dan yad vishito bhavati tad vishnurbhavati (yang mana sesuatu yang tidak terikat dari belenggu itu adalah Wisnu).
Adi Shankara dalam pendapatnya tentang Wisnu Sahasranama, mengambil kesimpulan dari akar kata tersebut, dan mengartikannya: "yang hadir di mana pun" ("sebagaimana Ia menempati segalanya, vevesti, maka Ia disebut Visnu"). Adi Shankara menyatakan: "kekuatan dari Yang Mahakuasa telah memasuki seluruh alam semesta." Akar kata Viś berarti 'masuk ke dalam.'
Mengenai akhiran –nu, Manfred Mayrhofer berpendapat bahwa bunyinya mirip dengan kata jiṣṇu' ("kejayaan"). Mayrhofer juga berpendapat kata tersebut merujuk pada sebuah kata Indo-Iranian *višnu, dan kini telah digantikan dengan kata rašnu dalam kepercayaan Zoroaster di Iran.
Akar kata viś juga dihubungkan dengan viśva ("segala"). Pendapat berbeda-beda mengenai penggalan suku kata "Wisnu" misalnya: vi-ṣṇu ("mematahkan punggung"), vi-ṣ-ṇu ("memandang ke segala penjuru") dan viṣ-ṇu ("aktif"). Penggalan suku kata dan arti yang berbeda-beda terjadi karena kata Wisnu dianggap tidak memiliki suku kata yang konsisten.
Susastra Hindu banyak menyebut-nyebut nama Wisnu di antara dewa-dewi lainnya. Dalam kitab Weda, Dewa Wisnu muncul sebanyak 93 kali. Ia sering muncul bersama dengan Indra, yang membantunya membunuh Wretra, dan bersamanya ia meminum Soma. Hubungannya yang dekat dengan Indra membuatnya disebut sebagai saudara. Dalam Weda, Wisnu muncul tidak sebagai salah satu dari delapan Aditya, namun sebagai pemimpin mereka. Karena mampu melangkah di tiga alam, maka Wisnu dikenal sebagai Tri-wikrama atau Uru-krama untuk langkahnya yang lebar. Langkah pertamanya di bumi, langkah keduanya di langit, dan langkah ketiganya di dunia yang tidak bisa dilihat oleh manusia, yaitu di surga.
Dalam kitab Purana, Wisnu sering muncul dan menjelma sebagai seorang Awatara, seperti misalnya Rama dan Kresna, yang muncul dalam Itihasa (wiracarita Hindu). Dalam penitisannya tersebut, Wisnu berperan sebagai manusia unggul.
Dalam kitab Bhagawadgita, Wisnu menjabarkan ajaran agama dengan mengambil sosok sebagai Sri Kresna, kusir kereta Arjuna, menjelang perang di Kurukshetra berlangsung. Pada saat itu pula Sri Kresna menampakkan wujud rohaninya sebagai Wisnu, kemudian ia menampakkan wujud semestanya kepada Arjuna.
Dalam Purana, dan selayaknya penggambaran umum, Dewa Wisnu dilukiskan sebagai dewa yang berkulit hitam-kebiruan atau biru gelap; berlengan empat, masing-masing memegang: gada, lotus, sangkala, dan chakra. Yang paling identik dengan Wisnu adalah senjata cakra dan kulitnya yang berwarna biru gelap. Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu disebutkan memiliki wujud yang berbeda-beda atau memiliki aspek-aspek tertentu.
Dalam filsafat Waisnawa, Wisnu memiliki enam sifat ketuhanan:
Jñāna: mengetahui segala sesuatu yang terjadi di alam semesta
Aishvarya: maha kuasa, tak ada yang dapat mengaturnya
Shakti: memiliki kekuatan untuk membuat yang tak mungkin menjadi mungkin
Bala: maha kuat, mampu menopang segalanya tanpa merasa lelah
Virya: kekuatan rohani sebagai roh suci dalam semua makhluk
Tèjas: memberi cahaya spiritualnya kepada semua makhluk
Dewa Wisnu merupakan wujud Tuhan yang Maha Kuasa. Wisnu ada di setiap perwujudan di seluruh jagad raya,setiap manusia,setiap hewan,setiap tumbuhan,setiap dewa,setiap tempat,setiap atom dari seluruh alam semesta.
Beberapa sarjana Waisnawa meyakini bahwa masih banyak kekuatan Wisnu yang lain dan jumlahnya tak terhitung, namun yang paling penting untuk diketahui hanyalah enam.
Pengambaran
Dalam Purana, Wisnu disebutkan bersifat gaib dan berada di mana-mana. Untuk memudahkan penghayatan terhadapnya, maka simbol-simbol dan atribut tertentu dipilih sesuai dengan karakternya, dan diwujudkan dalam bentuk lukisan, pahatan, dan arca. Dewa Wisnu digambarkan sebagai berikut:
Seorang pria yang berlengan empat. Berlengan empat melambangkan segala kekuasaanya dan segala kekuatannya untuk mengisi seluruh alam semesta.
Kulitnya berwarna biru gelap, atau seperti warna langit. Warna biru melambangkan kekuatan yang tiada batas, seperti warna biru pada langit abadi atau lautan abadi tanpa batas.
Di dadanya terdapat simbol kaki Resi Brigu.
Juga terdapat simbol srivatsa di dadanya, simbol Dewi Laksmi, pasangannya.
Pada lehernya, terdapat permata Kaustubha dan kalung dari rangkaian bunga
Memakai mahkota, melambangkan kuasa seorang pemimpin
Memakai sepasang giwang, melambangkan dua hal yang selalu bertentangan dalam penciptaan, seperti: kebijakan dan kebodohan, kesedihan dan kebahagiaan, kenikmatan dan kesakitan.
Beristirahat dengan ranjang Ananta Sesa, ular suci.
Wisnu sering dilukiskan memegang empat benda yang selalu melekat dengannya, yakni:
Terompet kulit kerang atau Shankhya, bernama "Panchajanya", dipegang oleh tangan kiri atas, simbol kreativitas. Panchajanya melambangkan lima elemen penyusun alam semesta dalam agama Hindu, yakni: air, tanah, api, udara, dan ether.
Cakram, senjata berputar dengan gerigi tajam, bernama "Sudarshana", dipegang oleh tangan kanan atas, melambangkan pikiran. Sudarshana berarti pandangan yang baik.
Gada yang bernama Komodaki, dipegang oleh tangan kiri bawah, melambangkan keberadaan individual.
Bunga lotus atau Padma, simbol kebebasan. Padma melambangkan kekuatan yang memunculkan alam semesta
Tiga Wujud
Dalam ajaran filsafat Waisnawa (terutama di India), Wisnu disebutkan memiliki tiga aspek atau perwujudan lain. Ketiga wujud tersebut yaitu: Kāraṇodakaśāyi Vishnu atau Mahā Vishnu; Garbhodakaśāyī Vishnu; dan Kṣirodakasāyī Vishnu. Menurut Bhagawadgita, ketiga aspek tersebut disebut "Puruṣa Avatāra", yaitu penjelmaan Wisnu yang memengaruhi penciptaan dan peleburan alam material. Kāraṇodakaśāyi Vishnu (Mahā Vishnu) dinyatakan sebagai Wisnu yang berbaring dalam "lautan penyebab" dan Dia menghembuskan banyak alam semesta (galaksi?) yang jumlahnya tak dapat dihitung; Garbhodakaśāyī Vishnu dinyatakan sebagai Wisnu yang masuk ke dalam setiap alam semesta dan menciptakan aneka rupa; Kṣirodakasāyī Vishnu (Roh utama) dinyatakan sebagai Wisnu masuk ke dalam setiap makhluk dan ke dalam setiap atom.
Lima Wujud
Dalam ajaran di asrama Waisnawa di India, Wisnu diasumsikan memiliki lima wujud, yaitu:
Para. Para merupakan wujud tertinggi dari Dewa Wisnu yang hanya bisa ditemui di Sri Waikunta, juga disebut Moksha, bersama dengan pasangannya — Dewi Lakshmi, Bhuma Dewi dan Nila Di sana Ia dikelilingi oleh roh-roh suci dan jiwa yang bebas.
Vyuha. Dalam wujud Vyuha, Dewa Wisnu terbagi menjadi empat wujud yang mengatur empat fungsi semesta yang berbeda, serta mengontrol segala aktivitas makhluk hidup.
Vibhava. Dalam wujud Vibhava, Wisnu diasumsikan memiliki penjelmaan yang berbeda-beda, atau lebih dikenal dengan sebutan Awatara, yang mana bertugas untuk membasmi kejahatan dan menegakkan keadilan di muka bumi.
Antaryami. Antaryami atau “Sukma Vasudeva” adalah wujud Dewa Wisnu yang berada pada setiap hati makhluk hidup.
Arcavatara. Arcavatara merupakan manifestasi Wisnu dalam imajinasi, yang digunakan oleh seseorang agar lebih mudah memujanya sebab pikirannya tidak mampu mencapai wujud Para, Vyuha, Vibhava, dan Antaryami dari Wisnu.
9. Shiva
Siwa (Dewanagari: शिव; IAST: Śiva) adalah salah satu dari tiga dewa utama (Trimurti) dalam agama Hindu. Kedua dewa lainnya adalah Brahma dan Wisnu. Dalam ajaran agama Hindu, Dewa Siwa adalah dewa pelebur, bertugas melebur segala sesuatu yang sudah usang dan tidak layak berada di dunia fana lagi sehingga harus dikembalikan kepada asalnya.
Umat Hindu, khususnya umat Hindu di India, meyakini bahwa Dewa Siwa memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan karakternya, yakni:
Bertangan empat, masing-masing membawa:
tri wahyudi, cemara, tasbih/genitri, kendi
Bermata tiga (tri netra)
Pada hiasan kepalanya terdapat ardha chandra (bulan sabit)
Ikat pinggang dari kulit harimau
Hiasan di leher dari ular kobra
Kendaraannya lembu Nandini
Oleh umat Hindu Bali, Dewa Siwa dipuja di Pura Dalem, sebagai dewa yang mengembalikan manusia dan makhluk hidup lainnya ke unsurnya, menjadi Panca Maha Bhuta. Dalam pengider Dewata Nawa Sanga (Nawa Dewata), Dewa Siwa menempati arah tengah dengan warna panca warna. Ia bersenjata padma dan mengendarai lembu Nandini. Aksara sucinya I dan Ya. Ia dipuja di Pura Besakih.
Dalam tradisi Indonesia lainnya, kadangkala Dewa Siwa disebut dengan nama Batara Guru. Adya / Siwa / Pusat / Segala Warna (Cahaya) = peleburan kemanunggalan.
10. Shakti
Sakti (kekuatan, kekuasaan atau energi) adalah sebuah konsep agama Hindu atau perwujudan dari aspek kewanitaan Tuhan, kadangkala dianggap sebagai 'Ibu surgawi'. Sakti melambangkan keaktifan, asas dinamis dari kekuatan feminim. Dalam Shaktisme, Sakti dipuja sebagai Dewi yang utama, namun, dalam tradisi Hindu lainnya, Sakti penjelmaan dari energi aktif atau kekuatan dari seorang Dewa (Purusha), seperti misalnya Wisnu dalam Waisnawa atau Siwa dalam Saiwisme. Saktinya Dewa Wisnu disebut Laksmi, dan Parwati merupakan saktinya Dewa Siwa.Dalam beberapa aliran , Sakti berasal dari Dewi Gayatri.
11. Durga
Menurut kepercayaan umat Hindu, Durga (Dewanagari: दुर्गा) adalah shakti Siwa. Dalam agama Hindu, Dewi Durga (atau Betari Durga) adalah ibu dari Dewa Ganesa ,Dewa Kumara (Kartikeya) Ashokasundari Dan Dewa Kala
Ia kadangkala disebut Uma atau Parwati. Dewi Durga biasanya digambarkan sebagai seorang wanita cantik berkulit kuning yang mengendarai seekor harimau. Ia memiliki banyak tangan dan memegang banyak tangan dengan posisi mudra, gerak tangan yang sakral yang biasanya dilakukan oleh para pendeta Hindu.
Di Nusantara, Dewi ini cukup dikenal pula. Candi Prambanan di Jawa Tengah, misalkan juga dipersembahkan kepada Dewi ini. Dewi Durga adalah Dewi yang sangat cantik dan pemberani, Beliau juga dikenal sebagai Mahisasura Mardini yang artinya penakluk asura. Bagi yang melakukan pemujaan pada dewi ini akan mendapatkan perlindungan dari sang Dewi.
12. Kali
Kali atau Kālī adalah sakti (istri) Dewa Siwa. Kali biasanya digambarkan sebagai seorang wanita berkulit hitam dan berwajah mengerikan; berlumuran darah dan berkalungkan tengkorak serta ular. Dewi Kali merupakan lambang kematian.
Berkalung tengkorak sebagai lambang kematian. Wajahnya mengerikan simbol bahwa kematian ditakuti manusia. Lidahnya menjulur keluar sebagai simbol bahwa tiada hari tanpa kematian, kematian selalu lapar, setiap orang akan ditelan maut. Bersama Siwa, Dewi Kali bertugas melebur segala makhluk yang sudah tak layak hidup di dunia.
13. Ganesha
Ganesa (Dewanagari: गणेश; IAST: Ganeṣa; Tentang suara ini dengarkan (bantuan·info)) adalah salah satu dewa terkenal dalam agama Hindu dan banyak dipuja oleh umat Hindu, yang memiliki gelar sebagai Dewa pengetahuan dan kecerdasan, Dewa pelindung, Dewa penolak bala/bencana dan Dewa kebijaksanaan. Lukisan dan patungnya banyak ditemukan di berbagai penjuru India; termasuk Nepal, Tibet dan Asia Tenggara. Dalam relief, patung dan lukisan, ia sering digambarkan berkepala gajah, berlengan empat dan berbadan gemuk. Ia dikenal pula dengan nama Ganapati, Winayaka dan Pilleyar. Dalam tradisi pewayangan, ia disebut Bhatara Gana, dan dianggap merupakan salah satu putra Bhatara Guru (Siwa). Berbagai sekte dalam agama Hindu memujanya tanpa memedulikan golongan. Pemujaan terhadap Ganesa amat luas hingga menjalar ke umat Jaina, Buddha, dan di luar India.
Meskipun ia dikenal memiliki banyak atribut, kepalanya yang berbentuk gajah membuatnya mudah untuk dikenali. Ganesa masyhur sebagai "Pengusir segala rintangan" dan lebih umum dikenal sebagai "Dewa saat memulai pekerjaan" dan "Dewa segala rintangan" (Wignesa, Wigneswara), "Pelindung seni dan ilmu pengetahuan", dan "Dewa kecerdasan dan kebijaksanaan". Ia dihormati saat memulai suatu upacara dan dipanggil sebagai pelindung/pemantau tulisan saat keperluan menulis dalam upacara.Beberapa kitab mengandung anekdot mistis yang dihubungkan dengan kelahirannya dan menjelaskan ciri-cirinya yang tertentu.
Ganesa muncul sebagai dewa tertentu dengan wujud yang khas pada abad ke-4 sampai abad ke-5 Masehi, selama periode Gupta, meskipun ia mewarisi sifat-sifat pelopornya pada zaman Weda dan pra-Weda.[Ketenarannya naik dengan cepat, dan ia dimasukkan di antara lima dewa utama dalam ajaran Smarta (sebuah denominasi Hindu) pada abad ke-9. Sekte para pemujanya yang disebut Ganapatya, (Sanskerta: गाणपत्य; gāṇapatya), yang menganggap Ganesa sebagai dewa yang utama, muncul selama periode itu.[4] Kitab utama yang didedikasikan untuk Ganesa adalah Ganesapurana, Mudgalapurana, dan Ganapati Atharwashirsa.
Pengambaran
Ganesa adalah figur yang terkenal dalam kesenian India. Citra tentang Ganesa menjamur di berbagai penjuru India sekitar abad ke-6.Tidak seperti dewa-dewi lainnya, penggambaran sosok Ganesa memiliki berbagai variasi yang luas dan pola-pola berbeda yang berubah dari waktu ke waktu. Dia kadangkala digambarkan berdiri, menari, beraksi dengan gagah berani melawan para iblis, bermain bersama keluarganya sebagai anak lelaki, duduk di bawah, atau bersikap manis dalam suatu keadaan.
Biasanya Ganesa digambarkan berkepala gajah dengan perut buncit. Patungnya memiliki empat lengan, yang merupakan penggambaran utama tentang Ganesa. Dia membawa patahan gadingnya dengan tangan kanan bawah dan membawa kudapan manis, yang ia comot dengan belalainya, pada tangan kiri bawah. Motif Ganesa yang belalainya melengkung tajam ke kiri untuk mencicipi manisan pada tangan kiri bawahnya adalah ciri-ciri yang utama dari zaman dulu. Patung yang lebih primitif di Gua Ellora dengan ciri-ciri umum tersebut, ditaksir berasal dari abad ke-7.Dalam perwujudan yang biasa, Ganesa digambarkan memegang sebuah kapak atau angkusa pada tangan sebelah atas dan sebuah jerat pada tangan atas lainnya.
Pengaruh unsur-unsur kuno dalam susunan penggambaran tersebut masih bisa diamati dalam penggambaran Ganesa secara kontemporer. Dalam sebuah penggambaran modern, satu-satunya variasi terhadap unsur-unsur kuno adalah tangan kanan bawah Ganesa tidak memegang patahan gading namun seolah-olah terarah ke mata pengamat dengan gerak tangan yang melambangkan perlindungan atau penyingkir ketakutan (abhaya mudra).Kombinasi yang sama terhadap empat lengan dan atribut, muncul pada patung Ganesa yang sedang menari, yang merupakan tema terkenal.
14. Lakshmi
Dalam agama Hindu, Laksmi (Dewanagari: लक्ष्मी; IAST: Lakshmī) adalah dewi kekayaan, kesuburan, kemakmuran, keberuntungan, kecantikan, keadilan, dan kebijaksanaan.
Dalam kitab-kitab Purana, Dewi Laksmi adalah Ibu dari alam semesta, sakti dari Dewa Wisnu. Dewi Laksmi memiliki ikatan yang sangat erat dengan Dewa Wisnu. Dalam beberapa inkarnasi Wisnu (Awatara) Dewi Laksmi ikut serta menjelma sebagai Sita (ketika Wisnu menjelma sebagai Rama), Rukmini (ketika Wisnu menjelma sebagai Kresna), dan Alamelu (ketika Wisnu menjelma sebagai Wenkateswara).
merak dalam penggambaran Dewi laksmi, yang mana adalah simbol dari kebenaran mutlak penciptaan hitam dan putih. sebab merak sesekali waktu mengembangkan bulu-bulunya sebagai lambang keindahan yang abadi dan lambang pernikahan.
Dewi Laksmi disebut juga Dewi Uang. Ia juga disebut "Widya", yang berarti pengetahuan, karena Dia juga Dewi pengetahuan keagamaan. Ia juga dihubungkan dengan setiap kebahagiaan yang terjadi di antara keluarga dan sahabat, perkawinan, anak-anak, kekayaan, dan kesehatan yang menjadikannya Dewi yang sangat terkenal di kalangan umat Hindu.
15. Kartikeya
Kartikeya (Dewanagari: कार्तिकेय; IAST: Kārtikeya) (Tamil: முருகன) (disebut juga Skanda, Murugan, dan Kumara) adalah Dewa Hindu yang terkenal di kalangan orang Tamil di negara bagian Tamil Nadu di India, dan Sri Lanka. Dia juga dikenal dengan berbagai nama, seperti misalnya Murugan, Kumara, Shanmukha, Skanda dan Subramaniam. Dia merupakan Dewa perang dan pelindung negeri Tamil.
Kartikeya digambarkan sebagai dewa berparas muda, mengendarai burung merak dan bersenjata tombak. Mitologi Hindu mengatakan bahwa ia adalah putra dari Dewa Agni karena disebut Agnibhuh. Satapatha Brahmana menyatakan ia sebagai putra dari Rudra dan ia merupakan wujud kesembilan dari Agni. Beberapa legenda menyebutkan bahwa ia adalah putra Dewa Siwa.
Kartikeya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Ganesa dan Dewi Parwati.